Loading...
Kabupaten Banyuasin
082247443293

Berita

Kegiatan Literasi Tingkat Sekolah

28 Nov 2019

Penguasaan literasi dalam segala aspek kehidupan memang menjadi tulang punggung kemajuan peradaban suatu bangsa. Makna literasi pun semakin berkembang dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan zaman. Istilah literasi sekarang ini tidak sebatas menbaca dan menulis, tapi telah berkaitan dengan persoalan sosial dan politik dan memunculkan definisi baru tentang literasi. Kata literasi pun banyak disandingkan dengan kata-kata lain, misalnya literasi komputer, literasi matematika dan sebagainya.

Makna literasi yang semakin berkembang, ternyata berbanding terbalik dengan kemajuan budaya literasi di Indonesia. Indonesia negara tertinggal cukup lumayan dibanding beberapa negara. Misalnya dengan negara Vietnam. Penyebabnya, karena budaya literasi mayarakat Indonesia masih sangat rendah. 

Indonesia merupakan negara yang kurang daya bacanya dalam literacy purpose. Kebanyakan orang Indonesia membaca atas dasar information purpose. Tingkat pendidikan di indonesia yang masih rendah juga bagian dari faktor yang mempengaruhi keterbelakangan bangsa indonesia dalam budaya literasi. Dengan demikian tampaknya susah Indonesia untuk menyusul ketertinggalan dalam literasi ? Pendidikan merupakan ujung tombak budaya literasi dan menjadi kunci dalam keberhasilan budaya literasi. Dengan tingkatan budaya literasi yang masih rendah, membuat bangsa Indonesia sangat gelisah karena itu diperlukan usaha khusus demi mengejar ketertinggalan tersebut dari negara-negara lain.                                                                       

Pendidikan merupakan ujung tombak budaya literasi dan memang menjadi kunci dalam keberhasilan budaya literasi. Di skala internasional, tingkat literasi peserta didik indonesia masih jauh tertinggal dari peserta didik negara lainnya. Peserta didik Indonesai belum kompetitif. Karena itu diperlukan usaha khusus demi mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dari negara-negara lain

Salah satunya jalan untuk mengejar ketertinggalan dan meningkatkan mutu budaya literasi di Indonesia adalah dengan cara melakukan rekayasa. Rekayasa literasi adalah upaya disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah portal menuju pendidikan dan pembudayaan.

Dalam rangka menumbuhkan Budi Pekerti peserta didik, Pemerintah Indonesia melalui kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan sebuah gerakan yang disebut Gerakan Literasi Bangsa (GLB). Gerakan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Tujuannya adalah agar peserta didik memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembalajaran sepanjang hayat. 

GLB dirancang untuk membiasakan peserta didik gemar membaca dan menulis. GLB mengambil model penumbuhan budi pekerti 15 menit pertama sebelum pelajaran dimulai, sebagaimana yang dituangkan dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015. Modelnya adalah membaca, mengkonstruksi, dan menulis kembali hasil bacaan dan bahan bacaan yang nanti disiapkan tentunya relevan dengan perkembangan psikologi dan kecerdasan peserta didik. GLB merupakan kegiatan ekstrakurikuler bukan intrakurikuler, jadi tidak menambah jam belajar yang sudah ada.

Saat ini, GLB difokuskan untuk peserta didik di Sekolah Dasar (SD,) selain karena anggaran terbatas  ---untuk semua jenjang pendidikan, karena SD merupakan titik awal untuk memulai menumbuhkan dan berupaya meningkatkan kapasitas kecakapan berbahasa Indonesia melalui membaca dan menulis. Selain SD, sasaran lainnya adalah komunitas di masyarakat yang setingkat dengan usia SD, seperti anak putus sekolah. 

Untuk itulah, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membangun ekosistem budaya literasi di GLB yaitu melibatkan dinas pendidikan, sekolah, komunitas, perguruan tinggi, Ditjen PAUD/DIKMAS dan duta bahasa sebagai fasilitator. Tahun 2016 dijadikan sebagai tahun percontohan, pelaksanaannya untuk setiap provinsi diwakili oleh satu SD dan satu komunitas. 

Kegiatan yang mendukung dalam upaya meningkatkan sebuah literasi dalam satu semester, peserta didik diwajibkan membuat karya tulis  dengan cara mengajukan judul tulisan mulai dari bidang sosial, ilmu alam, eksperimen, penelitian sosial dan lainnya dengan sejumlah referensi, lalu dikerjakan secara bertahap. Di akhir semester, hasil karya tulis ilmiah peserta didik dipresentasikan kepada penguji yang ditunjuk oleh pihak sekolah. Tujuan utama gerakan literasi adalah  mengajak peserta didik untuk hidup lebih cerdas. Gerakan literasi menekankan bahwa betapa pentingnya peserta didik membaca dan menulis. Gerak literasi dapat menciptakan, mendukung dan memajukan ekosistem pendidikan yang lebih cerdas, kreatif dan produktif.

Dibalik masih banyak pendidik yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya gerakan literasi di sekolah, pendidik harus memberikan contoh agar peserta didik rajin membaca. Disela-sela kegiatan belajar mengajar atau pun di kalah istirahat, pendidik mestinya memperlihatkan ketauladanan pada peserta didik bahwa mereka rajin atau selalu membaca. Bagi pendidik yang sudah sertifikasi harus mengalokasikan dana untuk membeli buku-buku untuk menambah wawasan keilmuan. Gerak literasi pun bukan sekedar menyuruh peserta didik sebatas membaca, lalu meninggalkannya atau hanya menyuruh peserta didik menjawab pertanyaan di buku sebagai tugas. Kegiatan membaca yang efektif tentu harus memiliki strategi.  


Dengan adanya gerak literasi, Kemendikbud telah memberlakukan aturan baru bagi para peserta didik untuk membaca sebelum pelajaran pertama dimulai selama 15 menit (idealnya 30 menit) yang tujuannya tentu saja untuk meningkatkan dan membiasakan peserta didik membaca dan yang lebih penting bertujuan untuk mengeluarkan Indonesia dari krisis literasi. Sepertinya penjalanan gerakan literasi di Sumatera Selatan masih panjang karena hanya gelintir sekolah yang peduli dengan gerakan ini. Selain dilihat dari jumlah sekolah yang dikukuhkan atau mengukuhkan diri sebagai sekolah yang berbudaya literasi, hasil karya pendidik atau peserta yang jadi rujukan keberhasilan gerakan literasi, khususnya karya tulisan atau karya ilmiah, sangat minim sekali. Seandai ada pun sifatnya insidental dan keterpaksaan, seperti adanya persyaratan untuk naik pangkat atau ketika ada perlombaan.


Leave a Reply